Alasan Untuk Bersyukur Bagi Angga
Oleh :
Ficca Marsella - 915110193
T
|
anpa keluh kesah bocah SD ini bekerja
sebagai joki kuda wisata setiap pulang sekolah hingga petang menjelang. Sebut
saja Angga, anak yang kini berusia 12 tahun itu sudah mencari nafkah sejak
duduk dikelas 1 SD. Setiap hari selepas bersekolah, Angga membawa
kudanya untuk berkeliling disekitar
villa di Cimacan, Puncak Bogor.
Kuda yang biasa menemani Angga bukanlah miliknya sendiri.
Angga harus berjalan sejauh tiga kilometer untuk menjemput kuda tersebut pada
pengempunya. Diusianya yang masih tergolong anak – anak, Angga mampu
menunggangi kuda – kuda itu dengan sangat mahir. Menurutnya, kuda – kuda
tersebut sudah jinak dan mengenalnya dengan baik.
Angga
hanya mematok tarif Rp 20.000,- untuk menunggangi kuda yang diberi nama Isabela
itu. Selama 30 menit ia membawa pelanggannya untuk berkeliling dikebun teh Puncak yang sangat indah pemandangannya dan
sejuk udaranya. Biasanya
dalam sehari Angga
mendapatkan 2 orang
pelanggan, namun terkadang ia tidak mendapatkan pelanggan sama sekali. Jika tidak mendapatkan pelanggan,
ia harus pulang dengan tangan kosong. Walaupun demikian ia tetap bersyukur dan berharap
esok hari akan mendapatkan rezeki yang lebih baik lagi.
Selama empat tahun menjadi joki kuda wisata, resiko tidak
pernah lepas dari pekerjaannya. Angga pernah digigit bahkan diinjak oleh kuda yang
menjadi mata pencahariannya itu. “Ya gak apa – apa,
paling hanya diusap – usap saja,” kata Angga. Dengan postur tubuhnya yang
kecil, Angga beberapa kali terinjak oleh kudanya. Rasa sakit ataupun lelah yang
Ia dapatkan terbayarkan ketika berhasil membawa sejumlah uang untuk ia serahkan
kepada ibunya.
Angga adalah anak ke empat dari 5 bersaudara. Ditengah
kesulitan ekonomi keluarga, Angga membantu mencari nafkah semampunya. Pendapatan
ayah yang bekerja sebagai kuli bangungan dan Ibu sebagai penyabit rumput divilla
tidak pernah mencukupi biaya kehidupan sehari – hari mereka. Kakak – kakaknya
sudah tidak lagi bersekolah. Hanya Angga dan seorang adik bernama Rini yang
masih bersekolah. Sekarang Rini tengah duduk dikelas 5 SD.
Ipang, kakak sulung Angga, hanya bekerja membantu ibunya
sebagai penyabit rumput. Sedangkan kedua kakak perempuannya Tia dan Santri
membantu memasak dan mencuci dirumah. Adik bungsu, Rini tidaklah bekerja.
Angga tidak pernah merasa iri hati ketika melihat teman –
temannya bermain sepulang sekolah. Seringkali ia hanya bisa menelan ludah dan
mengusap dada ketika melihat teman – temannya membeli jajanan tetapi ia tidak
bisa. Ia harus bekerja dan mencari uang. Seluruh uang hasil menjadi joki kuda
wisata ia serahkan kepada ibunya. “Uangnya saya kasih Ibu buat beli makan
sehari – hari, buat biaya sekolah saya sama adik juga,” ujar Angga dengan
lapang dada.
Ketika senja pun datang dan menggantikan sinar matahari pagi,
Angga pun menyelesaikan pekerjaannya ini. Walaupun keluarganya mengalami
kesulitan ekonomi, Angga tidak pernah berpikir untuk meninggalkan sekolahnya. Setelah
lelah dan letih bekerja, Angga tetap menjalankan kewajibannya sebagai pelajar.
Ia tetap menyempatkan diri untuk belajar dengan giat pada malam harinya. Berharap
dengan giat belajar, ia akan mendapat kehidupan keluarganya yang jauh lebih baik.
Kedua orangtua dan adiknya menjadi motivasi utama bagi
Angga untuk terus giat belajar dan mencari nafkah disaat bersamaan. Ia tidak
ingin putus sekolah seperti ketiga kakaknya. Ia juga berharap adik bungsunya
dapat terus melanjutkan pendidikannya. Semangat inilah yang membuat Angga tetap
ceria menjalankan kehidupan sehari – harinya sebagai joki kuda wisata.
Nasib Angga hanya segelintir potret kehidupan anak – anak
“perkasa” yang mencari nafkah demi membantu keperluan ekonomi keluarganya. Cara
berpikir mereka yang jauh lebih dewasa dibandingkan umur mereka menjadi
pembelajaran bagi kita semua. Keinginan mereka untuk bermain selayaknya anak –
anak tidak berbeda dengan yang lain, hanya nasib yang belum mengijinkan. Semoga
Angga dapat menggapai cita – citanya. Terima kasih Angga, kisahmu menjadi
inspirasi bagi kita semua.
0 komentar:
Posting Komentar